Generasi saat ini yaitu generasi Z, generasi yang lahir tahun 1996-sekarang, memiliki karakteristik etos kerja: hobi membuat pekerjaan, kewirausahaan tinggi, dan mementingkan kualitas. Generasi z merupakan generasi yang akan mengisi profesi yang belum terpetakan saat ini, akan muncul profesi baru dengan karakteristik baru di masa mendatang. Masa depan akan dipegang oleh mereka yang mampu untuk menjawab tantangan cyber dan menilai setiap hal dalam aspek kehidupan akan mengalami digitalisasi atau disrupsi oleh Revolusi Industri 4.0. Pemerintah juga mencanangkan Making Indonesia 4.0 yang bertujuan menghasilkan kualitas output yang lebih tinggi di sektor industri dengan integrasi antara konektivitas dan teknologi informasi komunikasi. Perlu diketahui bahwa ada 10 Prioritas Nasional Making Indonesia 4.0 terdapat beberapa layer, diantaranya wearable tech, advanced robotics, 3D printing, Artificial Intelligence, dan Internet of Things. Oleh karena itu, menyadari pentingnya digitalisasi dalam aspek kehidupan, pemerintah dan korporasi sepakat bahwa transformasi digital merupakan prioritas utama. Dengan demikian, dalam mencanangkan 10 Prioritas Nasional Making Indonesia 4.0 agar berhasil, maka harus berkaitan dengan bagaimana kesiapan Indonesia, baik di pihak Pemerintah, Pelaku Bisnis dan Masyarakat dalam menghadapi tantangan cyber security di era revolusi Industri 4.0 ini. Berdasarkan fakta di lapangan dan permasalahan yang ada, maka penulis tertarik mengangkat kajian tentang tantangan dan ancaman keamanan siber Indonesia di era revolusi Industri 4.0. Serangan di ruang siber (cyberspace) sendiri merupakan konsekuensi logis dari berkembangnya era teknologi informasi. Identifikasi bentuk serangan siber dapat terlihat pada hal-hal seperti kriminalitas siber, botnets, serangan terhadap institusi finansial-keuangan, penyebaran Multi Purpose Malcode, aktivitas siber yang disponsori oleh negara, dan aktivitas hacking. Berbagai bentuk tren ini menggunakan instrumen cyberspace sebagai saluran utama dalam melaksanakan tindakannya.
Sistem keamanan siber harus dapat dibangun dengan terpadu dalam melawan ancaman eksternal dan internal, maupun menghadapi tantangan yang terjadi di era revolusi Industri 4.0. Tantangan ini terjadi pada aspek bisnis di segala bidang yang harus bersiap menghadapi perubahan global dunia yang mengkombinasikan manufaktur tradisional dan praktik industri dengan dunia teknologi. Berdasarkan Breach Level Index, 945 pelanggaran data publik menyebabkan 4,5 miliar catatan data dikompromikan di seluruh dunia pada semester pertama 2018. Dibandingkan periode sama pada 2017, jumlah data yang hilang, dicuri atau dikompromikan meningkat sebesar 133%. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa penjelasan tersebut maka sesuai dengan yang disampaikan oleh Zhou dkk (2015) bahwa secara umum ada lima tantangan besar yang akan dihadapi yaitu aspek pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, dan politik.
Manufaktur adalah industri yang menjadi tujuan targeted atttack dalam serangan siber. Menurut studi Enterprise Enviromental Factor (EEF), 48% produsen di beberapa titik telah mengalami insiden keamanan, dan setengah dari organisasi tersebut menderita kerugian finansial atau gangguan terhadap bisnis mereka. Menurut survei, industri manufaktur adalah yang paling ditargetkan untuk serangan siber, tepat berada di belakang sektor publik dan bisnis keuangan. Industrial Control System (ICS) atau Supervisory Control And Data Acquisition (SCADA) adalah perangkat lunak yang paling sering digunakan dalam industri manufaktur, infrastruktur dan berbagai bidang lain, merupakan titik terlemah dalam sistem keamanan perusahaan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Stuides (CIPS), Imelda Freddy, menyatakan pada dasarnya industri 4.0 [10] memperkenalkan era smart factories di mana mekanisme robot atau sistem fisik siber akan mengawasi proses fisik yang terjadi di dalam pabrik. Sistem itu memiliki kemampuan untuk membuat keputusan sendiri sehingga dengan adanya perubahan tren industri seperti ini muncul kekhawatiran kalau peluang pekerjaan akan berkurang karena diambil alih robot dan mesin. Ia menjelaskan peningkatan kapasitas bisa dilakukan lewat pelatihan, kursus, dan sertifikasi. Para pelaku industri harus ikut serta dalam upaya ini karena peningkatan kapasitas pekerja akan berdampak positif terhadap industri itu sendiri. Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman dan tantangan siber di era revolusi Industri 4.0, yaitu dengan merevitalisasi sektor manufaktur dan menjadi akselerator dalam mencapai visi Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030 dan mengakibatkan produktivitas industri meningkat dan dapat menciptakan lapangan kerja baru yang lebih bernilai tambah tinggi sebagai dasar dari fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang.
Referensi : Rahmawati, Cynthia. 2019. Tantangan Dan Ancaman Keamanan Siber Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0. Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia (SENASTINDO AAU). Vol. 1. No.1. Hlm. 299~306.
Author : Erma Dwi Yanti, Jihan Nabila Lubis, Mawaddah Ginting, dan Seprina A. G. Simbolon
Comments